Selasa, 18 November 2008

Kisah Skripsiku (3)


”Saya kan bukan lagi bikin Al-Qur’an”

Bimbingan pertama dengan pembimbing 1 pun dimulai hari ini. Sayapun sudah duduk manis dikantornya untuk bimbingan. Awalnya beliau bercerita tentang kondisi kantor jurusan. Terutama tentang insiden sajadah di samping kain lap. Beliau tidak habis pikir kenapa ada orang di lingkungan akademisi itu yang menaruh sajadah disamping kain lap. “bukankah itu sangat tidak pantas mba?”, katanya.

Sayapun hanya tersenyum. Sambil menunggu karena sudah setengah jam beliau bercerita tentang insiden sajadah dan kain lap tersebut. Tapi draft saya belum juga ditaruh di atas mejanya. Setelah itu, beliau baru membuka-buka tasnya. Saya tak tau persis apa yang beliau cari. Sepertinya mencari draft saya. Tapi proses pencarian itu dibarengi tentang kisah beliau saat melakukan pindahan kantor jurusan dari gedung lama ke gedung baru. Maklum, UPI baru melakukan pembangunan jadi beberapa waktu lalu kita memang baru pindah ke “rumah baru”. Cerita itupun berlangsung salama setengah jam.

Draft akhirnya ketemu. Beriringan dengan adanya beberapa kaka tingkat yang ingin meminta tanda tangan untuk keperluan sidang pertengahan bulan ini.

“gimana mba, ada masalah dengan penyusunan skripsinya selama ini?”, kata beliau kepada kaka-kaka tingkat saya itu. Dan tentu saja jawabannya sangat panjang. Cerita membuat skripsi sama saya saja dengan cerita sinetron tersanjung. Kalau kata salah satu iklan,”ga cukup satu”.

Namun karena saya adik yang baik dan mahasiswa yang baik terhadpa dosen pembimbingnya, maka saya pun ikut mendengarkan cerita-cerita itu. Dan dosen pembimbing sayapun ikut bercerita. Beliau bilang membuat skripsi itu memang salah satu bagian ujian dari kehidupan. Banyak konflik yang menuntut kesabaran di dalamnya. Beliau bercerita kalau beliau hampir pisah dengan istrinya saat sedang menyusun tesis. Dosen” X”, salah satu dosen kami, malah pisah beneran sama suaminya (emang ada pisah boongan?). Dosen ”Y”, memberikan golok ke dosen pembimbingnya karena frustasi proposalnya ditolak-tolak sambil mengatakan,”ibu, saya tidak kuat kalau terus-terus kaya gini. Lebih baik ibu bunuh saja saya dengan golok ini”. Beliau juga bilang kalau beliau juga mengalami penolakan dan penolakan proposal. Sampai batas waktu terakhir, beliau bilang,”bu, saya kan bukan sedang bikin Al-Qur’an. Jadi salah sedikit tak apalah...”

Hm... kata-kata yang cukup bagus. Bisa dipraktekan ga ya dibimbingan selanjutnya??? hehe...

Tidak ada komentar: