Selasa, 18 November 2008

Kisah Skripsiku (1)

Kisah Skripsiku (1)

”Bimbingan Pertamaku”

Hari itu hari minggu, saya masih dirumah dalam keadaan tubuh dengan suhu yang tinggi. Saat itu saya belum didiagnosis kena penyakit tipes. Hanya suhu badan saya saja yang sangat tidak stabil. Kadang-kadang suhunya sangat panas, tapi kadang-kadang juga menggigil kedinginan. Tapi saat itu saya tidak perdulikan. Yang saya perdulikan adalah saya harus dembuh karena saya ada janji bimbingan dengan pembimbing II jam 10. Dan itu adalah bimbingan pertama. Jadi menurut saya moment itu sangatlah sakral. Apalagi waktu saya tidak banyak untuk menyelesaikan skripsi ini. Jadi saya minta ijin ke keluarga untuk kembali ke Bandung. Dengan berat hati dan rasa penuh khawatir mereka mengijinkan. Dengan syarat harus selalu mengirimkan kabar tentang perkembangan kesehatan saya. Dan sayapun mengiyakannya.

Akhirnya tibalah saya di Bandung sore hari. Dengan segala daya upaya saya mencoba untuk tetap kuat agar besok bisa bimbingan dengan baik. Dan hari irupun tiba. Hari dimana saya harus bimbingan dengan pembimbing ke-2. jam menunjukan jam 9. tapi saya sudah berangkat ke kampus. Dengan langkah gontai dan suhu badan yang tinggi saya tetap berusaha berjuang untuk ke kempus. ”Demi skripsi,” batin saya.

Setelah berjuang untuk ke kanpus, tibalah saya di kantor dosen yang bersangkutan. Tapi penderitaan saya belum berakhir. Karena ruang dosen itu ada dilantai dua. Artinya saya masih harus melewati tangga yang cukup banyak untuk orang yang sedang sakit seperti saya. Sayapun mengambil nafas panjang. Dan berdoa agar saya bisa melewati anak-anak tangga tersebut. Anak tangga pertamapun berhasil saya leati. Tapi nafas saya menjadi tidak teratur. Jantung saya berdegup lebih cepat. Pandangan saya menjadi kabur. ”Tenang na. Ini Cuma perasaan aja,”batin saya menenangkan.anak tangga keduapun sudah saya lewati. Kali ini kepala saya menjadi pening. Syaraf-syaraf i kepala saya terasa berdenyut. Nafaspun kembali tidak teratur. ”Ayolah, ini Cuma perasaan aja”. Tangga selanjutnyapun dilewati. Semakin saya naik, kepala saya semakin pening. Pemandangan saya semakin kabur. Denyut jantung saya semakin cepat, nafas saya semakin teratur. Tapi saya tidak perdulikan itu semua. Yang ada di dalam pikiran saya saat itu cuma saya ingin bimbingan. Saya ingin bimbingan. Hampir saya putus asa. Tapi tetap berjalan dan mebulatkan tekad,”saya ingin bimbingan”. Dan ternyata sampailah saya pada anak tangga terakhir.

”Alhamdulillah,” kata saya sambil mengambil nafas panjang. Setelah itu saya bergegas ke kantor pembimbing II tersebut. Gontai, tapi tetap bersemangat. Dengan semangat itulah mata saya mencari-cari wajah dosen saya. Dengan semangat itulah saya menyapu ruangan dengan mata saya demi mendapatkan wajah dosen saya. Tapi saya tidak menemukannya.

Akhirnya sayapun memutuskan untuk menelpon dosen tersebut. Dengan harap-harap cemas saya mencari nama dosen saya di phonebook dan memencet tombol hijau untuk menelpon beliau. Lama saya telpon dan belum ada yang mengangkat. Sampai akhirnya...

”halo,”

Alhamdulillah

”halo mba, ini dengan erna”

”Oia, ada apa erna”

”mba, kita ada janji bimbingan sripsikan sekarang jam 10”

oh iya ya??? Maaf saya lupa. Besok aja ya kamu dateng lagi jam 11 ke kantor saya...”

“oh...eng..iya bu. Besok jam 11”

Dan pulanglah saya kembali ke kosan tanpa bimbingan... mencoba mengikhlaskan hati atas semua perjuangan saya untuk bimbingan walau pulang dengan tangan hampa...

Tidak ada komentar: